Kabar Perpetual

Refleksi 1 Tahun Perpetual

PERPETUAL mengungkapkan kegelisahan atas situasi kebangsaan yang tampak tidak baik-baik saja. Bangsa yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan seolah maju, tetapi tidak sepenuhnya. Kesejahteraan tampak hanya dimiliki segelintir elit yang berkuasa, akses terbatas pada kelompok tertentu, dan kesenjangan antara pusat dan daerah yang semakin lebar.

Lalu muncul pertanyaan: di mana posisi masyarakat sipil? Apakah mereka masih hadir dan berdaya? Atau justru ikut kehilangan akses dan sumber daya?

Surat PERPETUAL dari keluarga besar Penabulu menjawab keresahan ini. Situasi organisasi masyarakat sipil (CSO) juga mengkhawatirkan. CSO di pusat memiliki sumber daya besar dan menguasai agenda nasional, sementara CSO lokal semakin sulit bertahan, hanya menjadi pelaksana untuk CSO nasional atau donor. Ketergantungan pada sisa-sisa yang ada membuat posisi mereka semakin rentan.

Namun, surat itu juga membawa panggilan: panggilan untuk berdaya. CSO lokal diajak memperkuat diri bersama sebagai satu keluarga tanpa sekat, dengan kesadaran bahwa kekuatan ada dalam kebersamaan, seperti sapu lidi yang kokoh jika disatukan.

Setahun berlalu, dan PERPETUAL telah membuktikan dirinya sebagai lebih dari sekadar konsep atau proyek. Ia adalah jiwa yang hidup di dalam setiap langkah kita. Refleksi perjalanan ini dimulai dengan diskusi-diskusi intens, baik offline, online, maupun melalui grup WhatsApp, terutama bersama Mas Eko, Mas Sugi dan Kak Stella.

Meski awalnya penuh kebingungan, perjalanan ini mengalir dan membawa kita pada capaian hebat. Salah satunya adalah melalui PERANTI, kita diajak melihat ke dalam lembaga kita secara jujur dan terbuka. Dari sini, kita sadar akan kelemahan dalam tata kelola dan keberlanjutan, meski sedikit lebih baik dalam tata laksana program.

Kesadaran itu menjadi momentum untuk reformasi. Hasil PERANTI kami bagikan kepada banyak pihak, termasuk organisasi internasional lainnya yang beroperasi di Indonesia, bahkan dalam refleksi lokal kemanusiaan di Bangkok. Kita belajar bahwa, seperti dalam dunia kedokteran, untuk sembuh kita harus berani menghadapi rasa sakit demi perbaikan. Diskusi-diskusi berlanjut dengan pembuatan proposal, lokakarya bersama Mas Eko, dan pengembangan inisiatif seperti Lokadaya dan Lokabala, yang kini menjadi kenyataan. Bahkan, negosiasi pendanaan untuk membantu kami membayar aplikasi keuangan selama setahun mulai 2025 menjadi salah satu bukti keberhasilan kita bersama.

Refleksi ini juga menunjukkan bahwa PERPETUAL menjadi jiwa dan inspirasi kita. Meski rencana kerja PERPETUAL belum sepenuhnya dieksekusi, semangat dan nilai-nilai yang menyertainya tetap hidup. Tahun kedua PERPETUAL menjadi tahun penuh rahmat, dengan keyakinan bahwa Tuhan bekerja melalui Penabulu sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat sipil yang berdaya. Salam Perpetual, dari Timor untuk Indonesia dan dunia yang berdaya!

Haris Oematan, Direktur CIS Timor